Banggar – TAPD Trenggalek Bahas Evaluasi Gubernur Soal Draft Raperda Pelaksanaan APBD 2022, Ini Poin Pembahasan

Trenggalek, KORANMEMO.CO – Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Trenggalek menggelar rapat di Aula Kantor DPRD Trenggalek, Selasa (15/8) sore.

Rapat itu membahas soal evaluasi gubernur terhadap draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pelaksanaan APBD tahun 2022.

Read More

“Kita membahas soal evaluasi raperda itu,” kata pimpinan rapat, Agus Cahyono.

Agus mengatakan, ada sejumlah catatan dalam pembahasan itu. Poin-poin itu diantaranya adalah soal perubahan angka kelebihan pendapatan.

Sebab, angka penetapan APBD-P 2022 dengan raperda laporan pertanggungjawaban APBD terdapat selisih. Hal itu merujuk hasil evaluasi yang dilakukan gubernur.

“Ternyata disampaikan TAPD, ada beberapa belanja, honor dan tunjangan bersumber dari APBD provinsi yang diwujudkan dalam bentuk bantuan keuangan dan masuk setelah APBD-P didok,” imbuhnya.

Meskipun sumber anggaran dan peruntukannya jelas serta secara regulasi diperbolehkan, namun hal itu menjadi catatan.

Dia menyebut seyogyanya, tidak ada perubahan pasca disahkan. Meskipun tinggal menyalurkan, namun kedepannya pihaknya bakal melakukan evaluasi sehingga problem yang dimaksud tidak menjadi catatan dikemudian hari.

“Kita tinggal menyalurkan saja. Namun secara tata tertib keuangan, idealnya tidak ada perubahan,” imbuhnya.

Selain itu, poin lain yang dibahas adalah soal postur ideal APBD soal belanja pegawai.

Agus mengatakan sesuai amanah undang-undang belanja pegawai tidak boleh dari 30 persen.

Sementara belanja di Trenggalek saat ini sekitar 40 persen. Untuk itu, Banggar – TAPD Trenggalek mencoba merumuskan agar belanja pegawai itu sesuai dengan amanah undang-undang.

“Amanah Undang-undang yang terbit tahun 2022 itu mengamanahkan lima tahun ke depan belanja pegawai harus di bawah 30 persen,” ujarnya.

Namun untuk membedah problem itu bukan perkara mudah. Selain validasi data, juga perlu pemetaan yang cermat terkait problematik di lapangan.

Dengan begitu dapat mengefisiensi belanja pegawai, namun disisi lain tidak mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Sebab, problem di daerah yang didominasi pedesaan, berbeda dengan daerah yang notabene diberikan kemudahan akses.

“Contoh misalnya efisiensi di perkotaan bisa, misal regruping sekolah karena terjangkau. Kalau Trenggalek, yang Panggul, Dongko dan lainnya, kalau regruping, murid jauh jadi problem sendiri. Pemerintah daerah harus punya data yang jelas sehingga bisa memberikan suatu argumentasi kenapa begini-begitu,” jelasnya.

Dengan validasi data sesuai dinamika daerah itu, lanjut Agus, diharapkan bisa menjadi bahan kajian pusat untuk menambah dana alokasi umum.

Sebab ideal APBD untuk belanja pegawai itu bisa juga disebabkan oleh kurangnya sokongan dari pemerintah pusat.

Karena menurutnya pemerintah daerah juga telah menjalankan pelaksanaan APBD itu dengan maksimal.

“Logika secara umum, memberikan DAU (dana alokasi umum) sekian dengan jumlah penduduk dan potensi sekian diberikan DAU Sekian. Seharusnya geografis sebuah daerah memiliki kekhususan. Sebenarnya kalau mau menegakkan otonomi daerah tidak perlu DAK (dana alokasi khusus), kasih saja DAU sehingga daerah bisa menata kebutuhan. Karena yang paling paham dengan daerah,” jelasnya.

Dengan langkah itu, pihaknya berharap belanja pegawai tidak lagi jadi sorotan saban pelaksanaan pertanggungjawaban APBD.

Apalagi dengan jumlah APBD yang cenderung stagnan menjadi tantangan khusus untuk mewujudkan belanja pegawai yang ideal, namun tidak mengesampingkan aspek pelayanan maksimal.

Dalam pembahasan evaluasi itu, poin-poin itu yang jadi pembahasan cukup panjang.

“Karena bisa juga sumber permasalahan bukan diborosnya, tapi bisa juga transfer DAU kurang. Misal Trenggalek harus dapat DAU sekian sehingga kebutuhan belanja pegawai bisa di 30 persen. Kita belum bisa bicara secara tegas dan masalah data sampai saat ini pun masih jadi sumber permasalahan. Karena Silpa juga muncul dari belanja pegawai, mestinya tidak ada Silpa. Untuk itu kita tengah mengevaluasi agar kedepannya semakin baik,” pungkasnya.

Reporter   : Angga Prasetya

Editor      : Gimo Hadiwibowo

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *