Kediri, KORANMEMO.CO – Fenomena baru?, terjadi di sebagian kalangan penggemar roti, utamanya di wilayah Kota Kediri maupun di Kabupaten Kediri.
Fenomena penggemar roti di Kota Kediri maupun di Kabupaten Kediri belakangan ini, bukan memburu produk baru, merek baru atau yang harganya murah.
Produk yang menjadi buruan penggemar roti di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri kali ini juga bukan roti jenis kering atau snack serta cemilan cocok disimpan lama.
Tapi roti produk baru yang expired-nya bukan dua mingguan, bulanan bahkan tahunan seperti roti lain tapi kurang dari satu minggu.
Roti bermerek yang banyak dijumpai di perkotaan maupun pedesaan Kabupaten Kediri ini tidak sampai satu sudah diganti (retur).
Misalnya dikirim pada hari Rabu pagi, akan diambil kembali atau ditarik pengantarnya pada Sabtu pagi.
Jika roti dikirim Sabtu pagi akan ditarik pada Rabu pagi hari berikutnya. Begitu perputaran atau peredaran roti yang saat kedaluwarsa banyak diburu warga,
Roti yang dianggap kedaluwarsa atau expired ini bukan kelewat tanggal edarnya tapi masih ada satu atau dua hari dari tanggal expired. Ini ketentuan dari pabriknya.
Sementara bagi penggemarnya, roti yang satu ini, meski tanggal kedawarsanya atau expired kelewat satu atau dua hari, tetap diburu dan dibeli.
Kebanyakan, pembelinya kalangan ibu-ibu atau gadis remaja. Bahkan, mereka berebut untuk membeli jika hingga tanggal kedaluwarsanya tidak terjual.
“Saya pesan yang tawar kulit satu dan sandwich cokelat satu. Kalau tidak terjual nanti saya belinya,” kata Ana, ibu muda penggemarnya.
Sementera anak-anak muda lebih melilih yang kecil-kecil dan mudah untuk sangu (bekal) sekolah, seperti sandwich cokelat atau dorayaki chocolate.
“Mbak aku pesan dua ini ya. Kalau tidak terjual jangan diberikan pada orang lain,” ujar Belanya, pada pemilik toko di kawasan Desa Plosorejo, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri ini.
Perburuan roti berkelas yang dianggap kedaluwarsa atau expired oleh pabriknya ini memang diumumkan oleh bagian pengantarnya atau bagian pengiriman.
“Jadi Bu, kalau roti-roti yang tidak terbeli ini oleh pabrik atau perusahaan dijual dengan harga murah alias separo harga bandrol,” katanya.
Tapi khusus untuk roti tawar, baik yang kulit atau kupasan, kata si pengantar, kali ini tidak separo harga, seperti tewarkan sebelumnya.
“Ada kebijakan baru dari pabrik, khusus roti tawar harganya Rp 10 ribu perbiji (bungkus). Sedangkan harga bandrolnya Rp 15 ribu. Jadi masih selisih (untung) Rp 5 ribu,” katanya.
Sementara roti jenis lainnya, kalau harganya Rp 6 ribu tinggal Rp 3 ribu. Kemudian kalau harga roti Rp 5 ribu jatuhnya hanya Rp 2.500 saja.
“Sangat murah kan. Soalnya kalau mau beli yang baru atau belum kedaluwarsa, rasanya eman (sayang). Lebih baik untuk beli beras,” ujar seorang pembeli.
Untuk menghindari kemungkinan terjadi jamur atau hal-hal yang tidak diinginkan, penggemarnya, Ana, punya cara sendiri.
Kalau memang tidak habis dimakan sekali, terutama roti tawarnya, karena ukuran besar, dapat dimasukkan kulkas atau almari es. “Dijamin tidak jamuran,” katanya meyakinkan.
Ana, si penggemar roti kedaluwarsa atau expired, melakukan ini sudah cukup lama, sejak hidup di Kota Kediri, beberapa tahun lalu.
Kini setelah hidup di desa atau wilayah Kabupaten Kediri, dilakukan lagi, karena roti yang dulu favoritnya, juga merambah di sejumlah toko-toko di desanya.
Tidak bahaya?. “Ya… yang saya alami selama mengonsumsi roti yang dianggap kedaluwarsa atau expired tidak apa-apa. Tidak ada masalah. Tapi tidak kalau menurut kesehatan,” katanya.
Sepertinya, penggemar roti bermerek dan dianggap sudah kedaluwarasa atau expired ini, tidak hanya orang perorangan di pedesaan.
Sejumlah instansi atau kantor di Kota Kediri, para pegawainya siap menampung roti-roti yang sudah retur atau ditarik dari toko-toko atau supermarket dan minimarket.
“Mereka mau menampung berapa jumlahnya. Jadi kami (perusahaan) tidak lagi kebingungan, dikemanakan roti expired ini,” kata seorang pengiriman roti.
Bahkan, kata dia, salah kantor yang berhubungan dengan kesehatan juga mau membeli roti-roti yang sudah ditarik dari toko.
“Apa mungkin mereka lebih tahu, apakah bahaya atau tidaknya. Mungkin juga mereka punya alat pemeriksaan sehingga tahu bahaya dan tidaknya,” kata si pengantar roti ini.
Apakah ini fenomena atau tren?, tidak tahu. Ada yang ingin mencoba? Silakan pesan di toko-toko yang menyediakan roti tersebut.
Tapi…, kalau terjadi apa-apa tanggung sendiri ya…!*
Editor: Gimo Hadiwibowo